Kasus 1
     Terkait kasus rekayasa opini, pasti terlintas kasus Enron yang melibatkan Arthur Andersen. Selain kasus tersebut,  ada beberapa kasus pelanggaran terhadap standar akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan rekanan Andersen, yang meloloskan audit dengan opini unqualified.
     Contohnya seperti Merck (menggelembungkan pendapatan—dan pengeluaran—mereka hingga sekitar US$14 milyar selama tiga tahun terakhir), WorldCom (keliru membukukan biaya perusahaan sebesar US$3,8 milyar dan laba yang diraup selama 5 caturwulan terakhir sejak awal 2001 sudah raib), KPNQwest (perusahaan pailit karena jumlah kerugian yang sebenarnya mancapai jumlah yang lebih besar sebesar 60% dari jumlah yang dilaporkan), dan runtuhnya Bank Summa yang dinyatakan bangkrut beberapa bulan setelah KAP Arthur Anderson menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangannya.

Kasus 2
Auditor BPK Jabar Ditahan KPK
Hukum & Kriminal / Rabu, 30 Juni 2010 22:10 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (30/6) malam, menahan auditor Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Jawa Barat III, Enang Hermawan. Ia diduga terkait kasus dugaan suap yang diduga melibatkan auditor BPK Jawa Barat dan pegawai Pemerintah         Kota     Bekasi.
Enang ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama 12 jam di gedung KPK, Jakarta. Dia dimasukkan ke dalam mobil tahanan pada pukul 22.20 WIB. Enang tidak bersedia memberikan keterangan. Dia langsung memasuki mobil tahanan bernomor polisi B 2040 BQ dengan
   dikawal            beberapa         petugas           KPK.
Christine Sutjipto, pengacara Enang menjelaskan, kliennya akan ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Namun, Christine menolak berkomentar tentang kasus yang menjerat kliennya.
"Saya belum bisa berkomentar karena ini kan masih dalam proses pemeriksaan penyidikan," katanya.
Enang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap yang diduga melibatkan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat dan pegawai Pemerintah Kota Bekasi.
"KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus itu atas nama EH," kata Juru Bicara KPK, Johan
    Budi     di            Jakarta,           Rabu    malam.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka lain. Adalah Kepala Bidang Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bekasi Herry Suparjan (HS), Inspektur Wlayah Kota Bekasi Heri Lukman (HL), dan Kepala Sub Auditoriat BPK Jabar Wilayah
  III         Suharto            (S).
Tim KPK menangkap Suharto karena menerima uang sebanyak Rp200 juta dari dua pejabat Pemkot
       Bekasi,            Herry   Suparjan          dan      Heri     Lukman.
Dalam penangkapan, tim KPK juga menemukan uang senilai Rp40 juta dalam tas kerja Suharto dan uang Rp32 juta yang tersimpan dalam sejumlah amplop.
Johan Budi mengatakan, Enang masih akan menjalani pemeriksaan intensif di gedung KPK. Dugaan sementara, Enang diduga ikut menerima uang suap yang diterima Suharto.
Suap itu diduga untuk memanipulasi hasil audit yang dilakukan BPK Jabar terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota Bekasi yang intinya agar hasil audit tersebut dinyatakan wajar tanpa
pengecualian  (WTP).
Akibat perbuatan itu, KPK menjerat para tersangka dengan pasal 5 ayat (1) dan atau pasal 5 ayat (2) dan atau pasal 11 dan atau pasal 12 huruf a Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Ant/BEY)
Top of Form
Pembahasan
     Kasus rekayasa opini merupakan kasus yang marak terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Contoh kasus rekayasa opini yang terjadi di luar negeri ditunjukkan oleh kasus 1, sedangkan kasus 2 terjadi baru-baru ini di dalam negeri di kalangan pemerintahan, yaitu BPK Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bekasi. Para akuntan, terutama akuntan publik yang bertupoksi menyampaikan opini dalam kapasitasnya sebagai seorang auditor dalam hal ini telah melanggar  prinsip-prinsip dalam kode etik akuntan publik sebagai berikut.
1.      Tanggung jawab profesi
Sebagai seorang auditor, akuntan bertanggung jawab untuk menyampaikan opini yang benar dan tidak menyesatkan kepada masyarakat atau para pihak yang berkepentingan (stakeholder). Dalam hal ini, baik dalam kasus 1 maupun kasus 2, Arthur Andersen dan Enang Hermawan selaku auditor telah merekayasa opini menjadi wajar tanpa syarat sehingga menyesatkan masyarakat.
2.      Kepetingan umum
Seperti para profesional lain, seorang akuntan berkewajiban untuk mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadinya maupun kepentingan pihak lain. Dalam kasus 1 dan 2 Arthur Andersen dan Enang Hermawan telah mementingkan kepentingan pribadi dan pihak yang memberi mereka imbalan.
3.      Integritas
Menurut Mulyadi (2002), integritas ialah kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Dalam hal ini, Arthur Andersen dan Enang Hermawan telah kehilangan integritasnya sebagai seorang akuntan publik.
4.      Objektivitas
Prinsip Objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menujukkan objektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintah. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas (Mulyadi, 2002).
Dalam kasus 1 dan 2, Arthur Andersen dan Enang Hermawan melupakan prinsip objektivitas karena telah berada di bawah pengaruh pihak yang member mereka imbalan, dalam hal ini pihak auditee.
5.      Perilaku profesional
Akuntan bukan hanya sebuah pekerjaan, melainkan merupakan suatu profesi. Oleh sebab itu, para akuntan hendaknya berperilaku profesional dalam menjalankan profesinya dan mampu menahan godaan berupa imbalan atau gratifikasi, dalam kasus di atas berupa uang, di tengah krisis ekonomi dan krisis moral yang sedang melanda bangsa ini. Prinsip-prinsip dalam kode etik akuntan seharusnya menjadi pedoman bagi para akuntan dalam menjalankan profesinya.
0 Responses

Posting Komentar